OPINI

Detail Opini Guru

Resensi Buku

Jumat, 18 April 2025 22:24 WIB
50 |   -

Alhamdulillah pindah buku lagi, beberapa hari ini saya berusaha membaca buku Madarijus Salikin karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, buku yang sudah dibeli lama tapi belum pernah dibuka, akhirnya saya beranikan memulai membaca.

Image for post

Buku terbitan Al Kautsar dengan sub-judul Pendakian Menuju Allah, Penjabaran Konkrit “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”. Kesannya berat ya? Hehe. Bismillah, izinkan aku menulis, mengutip beberapa yang saya dapat dari lembar-lembar yang sudah saya baca.

Hati itu mudah terjangkiti dua macam penyakit yang kronis. Jika seseorang tidak mengobatinya, tentu dia akan binasa yaitu riya’ dan takabur. Obat riya adalah iyyaka na’budu, sedangkan obat takabur adalah adalah iyyaka nasta’in.

Tiga kalimat itu membuatku berpikir, apa hubungan dua penyakit hati yang kronis itu, dengan lafal yang setiap hari kita baca, namun sering kali di bibir saja, dan tidak masuk ke hati TT.

Ketika seseorang mempunyai penyakit riya’ di hatinya, maka setiap ia beribadah tujuannya adalah agar dilihat manusia. Ini bertentangan dengan iyyaka na’budu, yang maknanya, ‘hanya kepada Allah aku menyembah’. Ketika hati kita riya, maka kita tidak hanya tunduk kepada Allah, namun juga tunduk pada nafsu ingin terlihat, tunduk pada pandangan manusia. Padahal kalau menurut penjelasan di buku ini,

Ibadah mengandung dua dasar: Cinta dan Penyembahan. Menyembah di sini artinya, merendahkan diri dan tunduk. Siapa yang mengaku cinta namun tidak tunduk, berarti bukan orang yang menyembah. Siapa yang tunduk namun tidak cinta, juga bukan orang yang menyembah.

Ketika kita riya, kita sebenarnya melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ayat yang kita ucapkan, iyyaka na’budu. Maka ketika kita belajar memahami maknanya, kemudian menjalankan maknanya, dengan itu… kita mengobati penyakit riya di hati kita, dengan izin Allah.

Ketika seseorang mempunyai penyakit takabbur di hatinya, ia memandang dirinya tinggi dan mampu melakukan banyak hal tanpa bantuan siapapun. Ini bertentangan dengan iyyaka nasta’in, yang maknanya, ‘hanya kepada Allah aku meminta pertolongan’. Ketika hati kita takabur, maka kita merasa seolah tidak membutuhkan bantuan Allah, seolah semua hal berada dalam kuasa kita. Ketika kita takabur maka kita seolah tidak membutuhkan Allah, mungkin kita percaya pada Allah, namun kita tidak bersandar pada Allah. Padahal isti’anah menurut penjelasan di buku ini,

Isti’anah (memohon pertolongan) menghimpun dua dasar: kepercayaan terhadap Allah dan penyandaran kepada-Nya. Ada kalanya seorang hamba menaruh kepercayaan terhadap seseorang, tapi dia tidak menyandarkan semua urusan kepadanya, karena dia merasa tidak membutuhkan dirinya. Atau ada kalanya seseorang menyandarkan berbagai urusan kepada seseorang padahal sebenarnya dia tidak percaya kepadanya, karena dia merasa membutuhkannya dan tidak ada orang lain yang memenuhi kebutuhannya.

***

Membaca buku ini membuatku teringat, bagaimana seharusnya kita belajar Quran, satu ayat, dibahas secara mendalam sampai jadi satu buku. Sedangkan seringkali, kita belajar satu hal dengan banyak ayat, yang efeknya, pengetahuannya hanya di permukaan saja. Bukan berarti lebih baik ga belajar ya hehe. Pelan-pelan, belajar ayatNya, banyak berdoa agar dibimbing menyusuri jalan lurus, shiratal mustaqim.

Semoga setiap yang berjuang dalam belajar, berjuang dalam berhijrah, bisa sampai ke tujuan, bertemu dan berkumpul di JannahNya, semoga kita salah satunya. Aamiin.

Wallahua’lam.


Originally published at betterwordforlife.blogspot.com.


Komentar

×
Berhasil membuat Komentar
×
Komentar anda masih dalam tahap moderator
1000
Karakter tersisa
Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar di sini